Penjelasan Kelenjar Ludah (Saliva) Secara Lengkap

Posted by

Kelenjar Ludah – Supaya sari makanan yang terdapat dalam makanan dapat berguna bagi tubuh, maka makanan itu harus dicerna terlebih dahulu. Dalam proses pencernaan berlangsung di dalam saluran pencernaan makanan. Proses tersebut dimulai di rongga mulut, di dalam rongga mulut makanan dipotong-potong oleh gigi seri dan dikunyah oleh gigi geraham, yang sehingga makanan pun menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Untuk proses pencernaan makanan semacam ini disebut dengan pencernaan mekanik.

Meskipun zat makanan tersebut telah dilumatkan atau dihancurkan di dalam rongga mulut akan tetapi belum bisa diserao oleh dinding usus halus. Karena itu makanan harus diubah terlebih dahulu menjadi sari makanan yang mudah untuk larut. Dalam proses ini diperlukan beberapa enzim pencernaan yang dikeluarkan oleh kelenjar pencernaan. Pencernaan dengan bantuan enzim disebut dengan penceranaan kimiawi.

Dalam proses ini diperlukan beberapa enzim pencernaan yang dikeluarkan oleh kelenjar pencernaan. Pencernaan dengan bantuan enzim ini disebut dengan pencernaan kimiawi. Untuk saat ini secara khusus akan kita bahas mengenai kelenjar ludah dan pencernaan di dalam rongga mulut.

Pengertian Kelenjar Ludah (Saliva)

Kelenjar saliva adalah kelenjar sekretori yang memiliki duktus untuk mengeluarkan sekresinya ke rongga mulut. Produksi saliva pada orang dewasa sehat lebih kurang 1,5 liter/24 jam. Proses sekresinya dikendalikan oleh sistem persyarafan à reseptor kolinergik.

Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis (Dawes, 2008; Roth and Calmes, 1981).

Anatomi Kelenjar Ludah

Anatomi Kelenjar Ludah

Kelenjar ludah diklasifikasikan sebagai berikut:

  1. Ukuran

Terdapat perbedaan ukuran yang besar antara kelenjar utama seperti kelenjar parotid, kelenjar submandibular, dan kelenjar submandibular dengan kelenjar minor yang menyebar di hampir di seluruh bagian oral mukosa.

  1. Sifat dari sekresi

Perbedaan antara kelenjar yang memproduksi sekresi serosa (berair, tipis, kaya akan non enzimatik dan enzimatik protein dan mengandung sedikit polysakarida), sekeresi mukosa (tebal, kaya akan polisakarida dan mengandung sedikit non enzimatik protein), dan kelenjar yang memproduksi sekresi campuran.

Klasifikasi selanjutnya berdasarkan secara histologi yaitu:

1. Kelenjar Ludah Utama (Mayor)

Kelenjar saliva ini merupakan kelenjar penghasil saliva terbanyak dan ditemui berpasang-pasangan yang terletak di ekstraoral dan memiliki duktus yang sangat panjang. Kelenjar-kelenjar ludah besar terletak agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya disalurkan melalui duktusnya ke dalam rongga mulut. Kelenjar ludah besar sangat memegang peranan penting dalam proses mengolah makanan. Kelenjar saliva mayor terdiri dari:

  • Kelenjar Parotid
Kelenjar Parotid

Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar yang terletak antara processus mastoideus dan ramus mandibula (di bagian samping wajah, didepan dan di depan telinga). Kelenjar ini berbentuk piramida belah ketupat atau rhomboid. Duktus kelenjar ini bermuara pada vestibulis oris pada lipatan antara mukosa pipi dan gusi di hadapan molar 2. Kelenjar parotis ini dibungkus oleh jaringan ikat padat.

Kelenjar parotis mengandung sejumlah besar enzim antara lain amylase lisozim, faofatase asam, aldolase, dan kolinesterase. Jaringan ikat yang membungkus masuk kedalam parenkim dan membagi organ menjadi beberapa lobus dan lobulus.

Baca juga: Pengertian Kelenjar Paratiroid Secara Lengkap

Secara morfologi kelenjar parotis merupakan kelenjar tubule asinus (tubule alveolar) bercabang-cabang. Asinus-asinus murni serus kebanyakan mempunyai bentuk agak memanjang dan kadang-kadang memperlihatkan percabangan-percabangan.

Saluran keluar utama disebut duktus stenon (stenson) terdiri dari epitel berlapis semu dan berjalan menyilang permukaan otot mesester. Selanjutnya duktus ini bercabang-cabang menjadi duktus interlobularis dengan sel-sel epitel berlapis silindris.

Duktus interlobularis kemudian bercabang menjadi duktus intralobularis. Kebanyakan duktus intralobularis merupakan duktus pfluger dengan bentuk yang agak pendek dan sel-selnya pipih dan memanjang dan ductus boll yang bentuknya panjang.

  • Kelenjar Submandibularis
Kelenjar Submandibularis

Kelenjar ini terletak disebelah dalam korpus madibula dan mempunyai duktus ekskreorius (yang disebut duktus Wharton) yang bermuara pada dasar rongga mulut pada frenulum lidah, dibelakang gigi seri bawah. Kelenjar ini memproduksi air liur terbanyak.

Kelenjar ini berbentuk oval. Sama dengan kelenjar parotis, kelenjar ini juga memiliki jaringan ikat yang membungkus masuk ke dalam parenkim dan membagi organ menjadi beberapa lobus dan lobules. Percabangan dari kelenjar ini sama dengan kelenjar parotis. (Rensenburg, 1995).

  • Kelenjar Sublingualis
Kelenjar Sublingualis

Kelenjar sublingualis merupakan kelenjar terkecil dari kelenjar-kelenjar besar. Terletak pada dasar rongga mulut, dibawah mukosa dan mempunyai saluran keluar yang disebut duktus Rivinus. Duktus ini bermuara pada dasar rongga mulut dibelakang muara duktus Wharton pada frenulum lidah. Kelenjar ini sebagian besar asinusnya adalah mucus murni. Percabangan dari kelenjar ini sama dengan kelenjar parotis.

2. Kelenjer Ludah Minor

Kebanyakan kelenjar saliva minor merupakan kelenjar kecil-kecil yang terletak didalam mukosa atau submukosa. Kelenjar minor hanya menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam. Kelenjar-kelenjar ini diberi nama berdasarkan lokasinya atau nama pakar yang menemukannya. Kelenjar saliva minor dapat ditemui pada hampir seluruh eitel dibawah rongga mulut.

Kelenjar ini terdiri dari beberapa unit sekresi kecil dan melewati duktus pendek yang berhubungan langsung dengan rongga mulut. Selain itu kelenjar saliva minor tidak memiliki kapsul yang jelas seperti layaknya kelenjar salova mayor, kelenjar saliva minor secara keseluruhan menghasilkan sekret yang mukous kecuali kelenjar lingaul tipe Van Ebner. Saliva yang dihasilkan mempunyai pH antara 6,0-7,4 sangat membantu didalam pencernaan ptyalin.

  1. Kelenjar Glossopalatinal

Lokasi dari kelenjar ini berada dalam isthimus dari lipatan glossopalatinal dan dapat meluas kebagian posterior dari kelenjar sublingualis ke kelenjar yang ada di palatum molle.

  1. Kelenjar Labialis

Kelenjar ini terletak di submukosa bibir. Banyak ditemui pada midline dan memiliki banyak duktus.

  1. Kelenjar Bukal

Kelenjar ini terdapat pada mukosa pipi, kelenjar ini serupa dengan kelenjar labialis.

  1. Kelenjar Palatinal

Kelenjar ini ditemukan di sepertiga posterior palatal dan dipalatum molle. Kelenjar ini dapat dilihat secara visual dan dilindungi oleh jaringan fibrous yang padat.

  1. Kelenjar Lingual

Kelenjar ini dikelompokkan dalam beberapa tipe, yaitu :

  • Kelenjar anterior lingual

Lokasi kelenjar ini tepat di ujung lidah.

  • Kelenjar lingual Van Ebner

Kelenjar ini ditemukan di papila sirkumvalata.

  • Kelenjar posterior lingual

Kelenjar ini dapat ditemukan pada sepertiga posterior lidah yang berdekatan dengan tonsil.

Fungsi Kelenjer Ludah (Saliva)

Berikut ini terdapat beberapa fungsi kelenjer ludah, terdiri atas:

  1. Lubrikasi dan membersihkan mukosa oral, melindunginya dari kekeringan, dan bahan-bahan karsinogen.
  2. Membantu pencernaan makanan melalui aktivitas enzim (amylase atau ptyalin) yang dikandungnya.
  3. Sebagai buffer mukosa oral terhadap bahan yang bersifat asam dan bakteri.
  4. Aktivitas anti bakteri.
  5. Membantu mempertahankan integritas gigi karena saliva berperan dalam remineralisasi permukaan gigi.
  6. Membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah).
  7. Jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukurang tentang keseimbangan air dalam tubuh.

Kelainan dan Penyakit Kelenjer Ludah (Saliva)

Berikut ini terdapat beberapa kelainan dan penyakit kelenjer ludah, terdiri atas:

1. Kelainan kelenjar ludah akibat gangguan pertumbuhan dan perkembangan

Suatu kelainan kelenjar ludah yang disebabkan karena gangguan perkembangan bisa berupa:

  • Agenesis total dari kelenjar ludah mayor jarang terjadi, biasanya disertai dengan kelainan fasial yang lain. Agenesis salah satu kelenjar ludah meski jarang tetapi jika terjadi biasanya berhubungan dengan mandibulofacial dysostosis atau facial hemiatrophy. Tidak adanya duktus parotis kongenital juga pernah dilaporkan. Agenesis total akan menyebabkan xerostomia, pasien akan mengeluhkan bahwa ia hanya bisa makan makanan yang berair saja dan terdapat karies yang luas.
  • Hypoplasia kelenjar parotis sering dijumpai pada sindroma MelkerssonRosenthal, merupakan malformasi genetik atau karena perubahan atrofi pada syaraf.
  • Kelenjar ludah dapat berkembang di tempat yang tidak biasanya, kedaan ini disebut aberrasi, biasanya pada daerah retromolar atau parabukal, atau pada leher, artikulatio temporomandibular, dan telinga tengah.
  • Duktus tambahan (accessory salivary ducts ) biasa terjadi pada duktus parotis, letaknya dapat di atas atau di bawah duktus Stensen’s.
  • Diverticuli adalah kantung atau saccus yang berasal dari penonjolan dinding duktus, yang menyebabkan tertimbunnya saliva dan menyebabkan sialeditis kambuhan.

2. Obstruksi kelenjar ludahSialolithiasis adalah formasi struktur terkalsifikasi yang berkembang di dalam kelenjar atau sistem duktus yang berasal dari nodus berupa debris dalam lumen duktus yang kemudian terdiposisi kalsium. Debris termasuk mucus, bakteri, sel epitel duktus atau benda asing. Penyebab sialolithisis tidak jelas, tetapi formasi ini dihubungkan dengan sialadenitis khronis dan obstruksi parsial. Keadaan ini tak ada hubungannya dengan metabolisme kalsium dan fosfor sistemik.

Sialolithiasis lebih sering terjadi pada sistem duktus gld. Submandibularis, pada gld. Parotis jarang terjadi. Sialolith dapat juga terjadi pada kelenjar ludah minor, pada bibir atas atau mukosa bukal. Sialolith dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih sering terjadi pada orang dewasa muda atau usia pertengahan. Sialolith pada glandula mayor menyebabkan rasa sakit yang episodik, pembesaran glandula terjadi terutama pada waktu makan. Keparahan simptom bervariasi, tergantung pada derajat sumbatan dan tekanan dari produksi glandula. Jika batu terletak pada terminal duktus maka masa yang keras akan teraba di bawah mukosa pada palpasi.

Sialolith merupakan masa radiopak pada pemeriksaan radiografi. Batu multipel pada parotis sering mirip dengan gambaran limfonodi parotis yang terkalsifikasi pada penyakit tuberkulosis. Sialografi, ultrasonografi dan computed tomografi ( CT ), scanning dapat membantu diagnosis. Sialolith pada glandula salivarius minor sering asimptomatis tetapi dapat juga menyebabkan pembesaran setempat atau rasa sakit pada glandula yang bersangkutan, sedikit bisa terdeteksi dengan radiografi jaringan lunak.

3. Mukokel

Mukokel merupakan istilah klinis yang dipergunakan untuk pembesaran (swelling) pada mukosa oral yang disebabkan karena akumulasi saliva pada tempat duktus kelenjar ludah minor yang mengalami obstruksi atau terkena trauma. Mucocele diklasifikasikan sebagai tipe ekstravasasi dan tipe retensi yaitu:

  1. Mucus Extravasation Phenomenon (Mucus Escape Reaction)

Mucus extravasation phenomenon ( MEP ) merupakan lesi yang sering dijumpai pada mucosa oral sebagai akibat dari rupturnya duct-us glandula salivarius dan tercurahnya mucin ke jaringan lunak disekitarnya. Tercurahnya mucin ini biasanya sebagai akibat dari adanya trauma, meskipun pada beberapa kasus tidak ditemukan riwayat trauma. Tidak seperti kista duktus salivarius, MEP ini bukan suatu true cyst karena tidak dilapisi oleh epitel.

Baca juga: Pengertian RNA, Fungsi dan Strukturnya

Ciri khas MEP nampak sebagai pembesaraan mucosa berbentuk kubah dengan ukuran berkisar antara 1 atau 2 cm bahkan sampai beberapa cm. Biasanya terjadi pada anak-anak atau dewasa muda. Meskipun begitu MEP dilaporkan dapat juga terjadi pada semua usia termasuk bayi dan orang lanjut usia. Penampakan pembesaran mukosa yang translusen berwarna kebiruan. Lesi biasanya berfluktuasi tetapi beberapa MEP pada palpasi terasa firm. Durasi keberadaan lesi bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa tahun.. Beberapa pasien mempunyai riwayat pembesaran mukosa kambuhan yang secara periodik ruptur dan mengeluarkan cairan.

Lokasi yang sering terjadi adalah pada bibir bawah , meliputi 60% dari semua kasus. MEP biasanya terjadi pada sebeleh lateral dari medianline. Jarang terjadi pada mukosa bukal, ventral lidah sebelah anterior dan pada dasar mulut ( ranula ). MEP jarang sekali terjadi pada bibir atas. Ini kontradiksi dengan tumor kelenjar ludah yang serting terjadi pada bibir atas tetapi jarang dijumpai pada bibir bawah. MEP juga dapat terjadi pada daerah palatum mole dan retromolare, MEP pada daerah ini merupakan MEP yang superfisial.

MEP superfisial berpenampilan klinis seperti vesikel dengan ukuran diameter 1 mm sampai 4 mm, dapat tunggal atau multipel. Lesi ini sering pecah meninggalkan ulkus dangkal dan sakit yang akan sembuh dalam beberapa hari. Episode ini sering berulang pada lokasi yang sama. Pada beberapa pasien munculnya lesi berhubungan dengan waktu makan. Gambaran vesikel terjadi karena mucin tercurah pada daerah yang lebih superfisial yaitu antara epitel danja ringan ikat. Keadaan ini sering menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai penyakit vesikulobulosa.

MEP pada pemeriksaan mikroskopis terlihat sebagai, area curahan mucin yang dikelilingi oleh jaringan granulasi dan sel inflamasi berupa makrofag , pada beberapa kasus terlihat adanya duktus salivarius yang ruptur. Pada kelenjar ludah yang berdekatan sering dijumpai infiltrat sel-sel inflamasi khronis dengan duktus mengalami dilatasi.

  1. Ranula

Ranula adalah istilah yang digunakan untuk mucocele yang terjadi pada dasar mulut. Nama ini berasal dari bahasa latin rana yang berarti katak, karena penampilan lesi ini seperti katak.. Meski sumber mucin yang tercurah biasanya dari gld. sublingualis, ranula juga bisa berasal dari duktus gld. submandibularis juga bisa terjadi. dari glandula salivarius minor pada dasar mulut.

Ranula merupaka pembesaran berbentuk kubah berwarna kebiruan dengan fluktuasi pada dasar mulut. Lesi yang lebih dalam penampakan warnanya normal. Ranula berlokasi pada lateral dari median line, ini membedakannya dari kista dermoid yang terletak pada median line. Plunging ranula atau cervical ranula terjadi jika mucin yang tercurah mengalir sepanjang m. mylohyoideus dan mengakibatkan pembesaran pada leher.

Gambaran mikroskopis ranula sama dengan mucocele di tempat lain, yaitu terlihat mucin dikelilingi jaringan granulasi yang merupakan respon jaringan yang khas mengandung foamy histiocyt.

  1. Salivary duct cyst (Mucus retention cyst; mucus duct cyst; sialocyst)

Salivary duct cyst (SDC) merupakan ruangan yang dibatasi oleh epitel yang berasal dari jaringan glandula salivarius. Ini merupaka suatu true cyst karena dibatasi oleh epitel. Penyebab yang pasti tidak jelas.SDC biasa terjadi pada orang dewasa, dapat melibatkan kelenjar ludah minor maupun mayor, yang paling sering adalah gld. Parotis, yang terlihat sebagai pembesaran yang lambat, asimptomatik. Intra oral kista dapat terjadi pada gld minor, lebih sering terjadi pada dasar mulut, mukosa bukal dan bibir.

Klinis menyerupai MEP yaitu pembesaran lunak berwarna kebiruan berfluktuasi, tergantung kedalaman kista, beberapa kista pada palpasi teraba kenyal. Pada beberapa lesi sering berupa nodul, terasa sakit, dan muara duktus pada permukaan mukosa terlihat dilatasi dan terdapat mukus atau pus pada tempat tersebut. Dinding kista duktus salivarius bervariasi, berupa cuboid, kolumner atau epitel squamous atrofik yang mengelilingi sekresi mukoid di dalam lumen. Jika proliferasi ini cukup ekstensif maka lesi ini sering didiagnosis sebagai papillary cyst adenoma, meski bukan suatu true neoplasma.

4. Kondisi sistemik yang melibatkan kelenjar ludah

Beberapa penyakit sistemik bermanifestasi berupa disfungsi kelenjar ludah. Contoh yang paling menonjol adalah sindroma Sjogren’s, Xerostomia yaitu gejala mulut kering yang berhubungan dengan kondisi sistemik. Pada beberapa kasus tidak jelas apakah penyakitnya yang menyebabkan disfungsi glandula ataukah pengobatannya.

5. Kelainan kelenjar ludah karena faktor imun

Terdiri atas:

  • Benign lymphoepithelial lesion (Mikulicz’s disease, Myoepithelial sialadenitis)

Etiologi dari benign lymphoepithelial lesion tidak jelas. Mungkin berhubungan dengan faktor autoimun, virus atu genetik yang merupakan triger. Kondisi iniikebanyakan terjadi pada wanita usia pertengahan. Pasien mengalami pembengkakan unilateral atau bilateral dari glandula salivarius yang disebabkan karena infiltrasi benign lymphoid. Turunnya aliran saliva menyebabkan pasien peka terhadap infeksi glandula saliva. Diagnosis banding termasuk sindroma Sjogren’s, limfoma, sarkoidosis, dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan pembesaran kelenjar ludah.

  • Sjogren’s syndrome (primer atau sekunder)

Sindroma Sjogren’s ( SS ) merupakan penyakit autoimun khronis dengan simptom karakteristik kekeringan mata, infiltrasi limfositik dan destruksi glandula eksokrin. Adanya xerostomia dan xeropthalmia disebut sebagai sindroma sicca. Efek pada mata berupa keratoconjunctivitis sicca. Etiologi SS tidak jelas dan tidak bisa diobati. Glandula saliva dan lakrimal pertama terlibat , kemudian jaringan eksokrin lainnya termasuk tiroid, paru-paru dan ginjal juga terlibat.

Pasien dengan SS juga menunjukkan gejala arthralgia, myalgia, neuropati dan rash. SS terutama melibatkan wanita postmenopause( rasio wanita-pria adalah 9:1 ) dan diklasifikasikan sebagai primer dan sekunder. Pada pasien dengan SS sekunder terjadi disfungsi glandula saliva dan/atau lakrimal yang disertai dengan penyakit jaringan ikat yang lain. SS primer merupakan kelainan sistemik yang melibatkan kedua glandula baik glandula saliva maupun lakrimal tanpa kondisi autoimun yang lain.

Pasien dengan SS menderita komplikasi oral sebagai akibat menurunnya fungsi saliva . Pasien megeluh adanya kekeringan mulut. Kekeringan ini akan menyebabkan kesulitan pengunyahan, penelanan, dan berbicara tanpa tambahan cairan. Bibir pasien terlihat kering dan pecah-pecah serta terjadi anguler cheilitis. Intra oral mukosa pucat, kering , kumpulan saliva hanya sedikit, saliva tampak kental dan ropy ( seperti tali ). Infeksi kandida mucocutaneous sering terjadi, mukosa oral memerah jika ada infeksi sekunder dari kandida. Penurunan aliran saliva menyebabkan kenaikan karies gigi terutama karies servikal, dan erosi struktur email.

Untuk konfirmasi penurunan sekresi air mata dapat dilakukan tes Schirmer’s, Pasien SS 1/3 sampai 1/2 dapat mengalami pembesaran glandula saliva yang khronis. Pembesaran biasanya bilateral, tidak sakit atau sedikit sakit, dan dapat intermetent atau persistent. Mereka juga peka terhadap infeksi glandula dan/atau obstruksi glandula dapat sebagai akut eksaserbasi dari pembesaran glandula yang khronis. Pasien dengan SS, ESR (erythrocyt sedimentation rate) tinggi dan level imunoglobulin terutama Ig G naik. RF (Rheumatoid Factor) positif pada 75% kasus.

ANA juga ada pada kebanyakan penderita. Dua macam nuclear antibodies, anti-SS-A ( anti-Ro) dan anti-SS-B (anti-La) sering dijumpai, terutama pada pasien dengan SS primer. Kadang-kadang autoantibodies pada duktus salivarius juga bisa dijumpai, terutama pada SS sekunder.

Gambaran mikroskopis dasar pada SS adalah infiltrasi lymphocytic pada glandula saliva dengan destruksi pada bagian acinar. Pada glandula mayor yang membesar pemeriksaan mikroskopis sering terlihat progresi ke lesi lymphoepithelial, dengan karakteristik pulau epimyoepithelial dengan Tatar belakang stroma lymphoid. Infiltrasi lymphocytic pada glandula minor juga dapat terjadi meskipun pulau epimyoepithelial jarang ditemui. Biopsi pada glandula minor pada bibir bawah merupakan tes yang cukup berhasil untuk menegakkan SS.

  • Sialadenosis

Kelainan ini merupakan istilah nonspesifik untuk mendeskripsikan suatu pembesaran kelenjar saliva yang bukan merupakan reaksi inflamasi maupun neoplasma. Patofisiologi penyakit ini masih belum jelas. Pembesaran kelenjar saliva biasanya terjadi asimtomatik. Pada penderita obesitas dapat terjadi pembengkakan kelenjar parotis bilateral karena hipertrofi lemak. Namun perlu dilakukan pemeriksaan endokrin dan metabolik yang lengkap sebelum menegakkan diagnosis tersebut karena obesitas dapat berkaitan dengan berbagai macam penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, hiperlipidemia dan menopause.

6. Kondisi granulomatous yang melibatkan kelenjar ludah

Terdiri atas:

  1. Tuberculosis

Tuberculosis ( TB) adalah infeksi khronis karena bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang menyebabkan formasi granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Biasanya menyerang paru-paru tetapi glandula saliva dapat juga terlibat. Pasien dengan TB akan menunjukkan gejala xerostomia dan/atau pembengkakan kelenjar ludah, dengan formasi granuloma atau kista pada glandula.

Pembengkakan biasanya unilateral. Kelenjar saliva yang paling sering terkena adalah kelenjar parotis. Penegakan diagnosis dengan cara pemeriksaan acid fast salivary stain dan purified proteine derivative skin test. Diagnosis tergantung pada identifikasi dari mycobacterium . Perawatan dengan obat-obatan standard kemoterapi anti-TB.Jika tak ada respon maka diperlukan intervensi bedah.

  1. Sarcoidosis

Sarcoidosis merupakan suatu kondisi khronis dimana T limfosit, mononuclear phagocytes dan granuloma menyebabkan destruksi jaringan yang terlibat. Penyebab penyakit tidak jelas. Primer terjadi pada usia dekade ketiga atau keempat. Lebih banyak pada wanita dibanding pria. Secara klinis, ,manifestasi penyakit ini ke kelenjar saliva hanya sekitar 6%, namun secara histologi, keterlibatan pada kelenjar saliva dapat mencapat 33%.

Sindroma Heerfordt’s (uveoparotid fever) merupakan bentuk sarcoid yang dapat terjadi dengan atau tanpa sistemik sarcoidosis. Sindrome berupa trias dari inflamasi traktus uveal meta, pembesaran parotis dan facial palsy. Gejala awal yang dialami dapat berupa demam, malaise, kemerahan, mual, serta keringat dimalam hari.

Sarcoidosis melibatkan glandula saliva dalam 1 dari 20 kasus. Biasanya terjadi pembesaran glandula bilateral tanpa rasa sakit. Pembesaran unilateral juga pernah dilaporkan. Penurunan fungsi biasanya terjadi pada glandula yang bersangkutan. Pemeriksaan spesimen biopsi pada glandula saliva minor dapat mengkonfirmasi diagnosis.

Pemeriksaan laboratorium kimia dari serum meliputi calciun level, autoimmune serologi dan konsentrasi angiotensin I-coverting enzym dapat membantu diagnosis. Perawatan dari komponen salivary adalah palliative. Biasanya dengan kortikosteroid atau chloroquine atau kombinasi keduanya tergantung respon pada pasien.

7. Peradangan kelenjar ludah karena infeksi

Terdiri atas:

  • Infeksi virus

– Mumps (Epidemic Parotitis)

Epidemik parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus. Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Mumps disebabkan oleh RNA Paramyxovirus ditularkan melalui kontak langsung dengan percikan saliva. Biasanya mumps terjadi pada anak-anak usia antara 4 dan 6 tahun. Diagnosis mumps pada orang dewasa lebih sulit. Masa inkubasi antara 2 sampai 3 minggu; kemudian diikuti dengan inflamasi dan pembengkakan glandula, rasa sakit pada preauricular, demam, malaise, sakit kepala dan myalgia.

Sebagian besar menyerang glandula parotis, tapi 10% kasus melibatkan gld. submandibular saja. Pembengkakan glandula terjadi tiba-tiba dan terasa sakit pada palpasi, kulit yang menutupi glandula edematous. Duktus glandula inflamasi tanpa cairan purulen. Jika terjadi obstruksi duktus parsial maka akan terasa sakit pada waktu makan. Jarak antara pembengkakan glandula pada satu sisi dengan sisi yang lain berkisar antara 24 sampai 48 jam.

Pembengkakan bilateral terjadi sampai 7 hari. Diagnosis ditegakkan dari adanya antibodi terhadap antigen mumps S danV serta antigen hemagglutinasi. Level serum amilase naik. Komlikasi mumps adalah meningitis, encephalitis, ketulian, thyroiditis, myocarditis, pancreatitis, dan oophoritis. Pada pria dapat terjadi epididimitis dan orchitis yang mengakibatkan testis atrofi dan dikemudian hari menyebabkan kemandulan.

– Infeksi Cytomegalovirus

Human CMV merupakan beta herpesvirus yang hanya menginfeksi manusia. CMV dapat tetap laten setelah paparan pertama dan infeksi. Reaktivasi dapat terjadi, pada orang sehat tidak menimbulkan gejala, tetapi pada orang dengan kondisi immuno compromised dapat membahayakan jiwa. Transmisi melalui muntahan, urine, sekresi respiratory, dan ASI serta trans plasental yang menyebabkan infeksi kongenital dan malformasi. Pada bayi dan anak-anak dapat berakibat fatal.

CMV mononukleosis biasanya terjadi pada dewasa muda disertai demam akut dengan pembesaran glandula. Diagnosis ditetapkan berdasar pada kenaikan titer antibodi terhadap CMV, prognosis pada orang dewasa sehat adalah baik. Infeksi pada anak-anak dapat berakibat fatal, jika anak tersebut dapat bertahan hidup maka dapat terjadi kerusakan syaraf yang permanen yang menyebabkan keterbelakangan mental dan seizure disorders.

Infeksi pada orang dewasa dapat terjadi karena reaktivasi virus laten atau karena infeksi primer. Sistem immun yang kurang baik memberi kesempatan pada virus untuk replikasi dan menyebabkan infeksi. Pasien yang menggunakan obat imunosupressive dan pasien dengan kelainan hematologik atau infeksi HIV akan peka terhadap infeksi CMV yang berat.

  • Bakterial sialadenitis

Kejadian bakterial sialadenitis biasanya tiba-tiba terjadi pembesaran glandula dapat bilateral atau unilateral. Kira-kira 20% kasus terjadi bilateral. Glandula yang tertlibat sakit, indurasi, dan lembut pada palpasi, kulit yang menutupi eritematous. Discharge purulent keluar dari muara duktus, ini merupakan sampel yang harus diperiksa dengan kultur untuk identifikasi bakteri penyebab. Bakteri penyebab yang sering adalah koagulase positif, Stafilokokus aureus, Streptokokus viridans, Streptokokus pneumoniae, Escherichia coli dan Hemophilus influenzae.

– Sialadenitis supuratif akut

Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1828. Sebagian besar penyakit ini melibatkan kelenjar parotis, dan terkadang juga melibatkan kelenjar submandibula. Seringnya terjadi keterlibatan kelenjar parotis dibandingkan dengan kelenjar saliva lainnya disebabkan karena aktivitas bakteriostatis pada kelenjar parotis lebih rendah dibandingkan pada kelenjar saliva lainnya.

Kemungkinan penyakit ini disebabkan karena adanya stasis saliva, akibat adanya obstruksi atau berkurangnya produksi saliva. Faktor predisposisi lain terjadinya penyakit ini adalah striktur duktus atau kalkuli. Berkurangnya produksi kelenjar saliva bisa disebabkan karena konsumsi beberapa obat. Pasien pasca operasi juga dapat menderita penyakit ini akibat produksi saliva yang kurang yang diikuti dengan higiene oral yang buruk.

Gejala yang sering dirasakan pada penderita penyakit ini adalah adanya pembengkakan yang disertai dengan rasa nyeri. Bisa didapatkan adanya saliva yang purulen pada orifisium duktus saliva, yang mudah didapatkan dengan sedikit pemijatan di sekitar kelenjar. Organisme penyebab infeksi dapat berupa Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Eschericia coli, serta Haemophylus influenzae.

Bakteri anaerob penyebab yang paling sering adalah Bacteroides melaninogenicus dan Streptocccus micros. Terapi pertama yang harus dilakukan adalah hidrasi secara adekuat, perbaikan higiene oral, pemijatan secara berulang pada daerah sekitar kelenjar, serta antibiotik intravena. Pemberian antibiotik secara empiris perlu dilakukan sambil menunggu hasil kultur resistensi.

– Sialadenitis kronis

Etiologi dari sialadenitis kronis adalah sekresi saliva yang sedikit dan adanya stasis saliva. Kelainan ini lebih sering terjadi pada kelenjar parotis. Beberapa pasien dengan sialadenitis kronis merupakan rekurensi dari parotitis yang diderita saat masih kecil. Sebagian besar penderita menunjukkan adanya kerusakan yang permanen pada kelenjar yang disebabkan infeksi supuratif akut. Penyakit ini dapat memudahkan terjadinya sialektasis, ductal ectasia, serta destruksi asinar yang progresif.

  • Allergic sialadenitis

Pembesaran glandula saliva berhubungan dengan paparan bermacam-macam agen pharmaceutical dan alergen. Karakteristik gambaran reaksi alergik adalah pembesaran glandula akut kadang disertai rasa gatal pada glandula. Alergik sialadenitis akan sembuh sendiri. Pasien dijauhkan dari alergen keseimbangan cairan dijaga dan monitoring adanya infeksi sekunder.

8. Lesi reaktif kelenjar ludah akibat radiasi

Terdiri atas:

  1. Efek sinar radiasi-eksternal

Sinar radiasi eksternal merupakan perawatan standard untuk tumor kepala dan leher, dan glandula saliva sering termasuk dalam area radiasi. Dosis lebih besar atau sama dengan 50 Gy akan berakibat kerusakan permanen pada glandula dengan gejala kekeringan oral. Mekanisme yang pasti belum jelas. Radioterapi biasanya dilakukan dengan dosis terbagi. Efek akut pada fungsi kelenjar ludah dirasakan pada minggu pertama pada dosis 2 Gy perhari dan pasien mengeluh tentang perubahan suara atau kekeringan rongga mulut pada akhir minggu kedua.

Baca juga: Pengertian Sel Darah Putih Lengkap

Jika disfungsi ini jadi permanen, maka pasien beresiko tinggi mengalami komplikasi oral. Pada dosis > 50 Gy disfungsi gld. saliva parah dan permanen. Kesulitan berbicara, menelan dan kenaikan karies gigi merupakan keluhan pasien yang akan mempengaruhu kehidupannya. Saliva sangat sedikit dan menjadi kental dan ropy.

  1. Efek terapi radiasi internal

Desseminated thyroid cancer (DTC) biasanya dirawat dengan pengambilan gld. thyroid yang kemudian diikuti dengan pemberian radioaktif iodine 131 ( 1311 Radioaktif tidak hanya diserap oleh jaringan thyroid saja akan tetapi juga diserap oleh oncocyt di dalam kelenjar ludah. Radioaktif iodine dapat menyebabkan kerusakan yang permanen dan fibrosis yang berakibat hypofungsi kelenjar ludah . Mandel dkk., melaporkan perubahan komposisi saliva sesudah terapi 131.

Kerusakan glandula saliva berkaitan erat dengan dosis yang diberikan. Pasien DTC yang diterapi dengan131 dapat terjadi xerostomia dan penurunan fungsi glandula saliva . Meskipun begitu terapi 131 kurang kaustik jika dibandingkan dengan terapi radiasi eksternal dan juga kurang destruktif pada glandula saliva. Pasien yang menjalani terapi 131  dianjurkan untuk mengulum lemon drops atau permen karet untuk menstimulasi saliva. Ini akan membantu pembersihan iodine radioaktif dari glandula saliva sehingga kerusakan bisa berkurang.

Jenis Pencernaan Di Dalam Rongga Mulut

Ada dua jenis pencernaan di dalam rongga mulut yaitu:

  • Pencernaan Mekanis

Dalam hal ini pencernaan mekanis merupakan pengunyahan dengan gigi, pergerakan otot-otot lidah dan pipi untuk mencempur makanan dengan air ludah sehingga terbentuklah suatu bolus yang agak bulat untuk ditelan.

  • Pencernaan Kimiawi

Dalam hal ini pencernaan kimiawi merupakan pemecahan zat pati (amilum) oleh ptialin (suatu amilase) menjadi maltosa. Suatu bukti ialah bila kita mengunyah nasi (zat pati), maka lama kelamaan akan terasa sedikit manis. Ptilain bekerja di rongga mulut (pH 6,3-6,8) dan masih bekerja di dalam lambung untuk mencernakan zat pati kira-kira 15 menit hingga asam lambung menurunkan pH sehingga ptialin tidak bekerja lagi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *